Disaat pemimpin lain
mengeluhkan kenaikan gaji, (termasuk Presiden, para mentri dan anggota DPR),
JOKOWI , walikota SOLO, sama sekali belum pernah
mengambil gaji’nya !!!!
Jokowi
belum pernah melihat ataupun menerima amplop gaji bayarannya sebagai walikota. ”Kalau teken saya memang teken tapi tidak
pernah lihat amplopnya. Ambil gimana, wong lihat amplopnya saja tidak pernah,” Ketika ditanya kenapa tidak mengambil
gajinya, dengan rendah hati ia tidak mau menjawabnya. Nggak, nggak, saya tidak
mau menjawabnya karena terlalu riskan. Yang penting saya tidak pernah ambil gaji. Kalau
tidak percaya, tanya saja kepada sekretaris atau ajudan saya,” tegas dia.
Soal mobil dinas, dia juga enggan menggantinya
dengan yang baru. Mobil dinas Toyota Camry keluaran tahun 2002 ini merupakan
peninggalan mobil dinas walikota Solo sebelumnya, Slamet Suryanto. “Mobil asal bisa dinaikin,
tidak perlu mobil baru,” ujar
Jokowi. Dan jika mobil
tersebut macet, tanpa sungkan, Jokowi turun santai menemui rakyat tanpa jarak.
Ia tidak bossy atau sok penting. Jokowi memanusiakan manusia.
Suatu
ketika, dalam perjalanan dinas ke Nusukan, sebuah kampung di Solo Utara, mobil
dinasnya yang tua mogok. ”Saya tidak mau merepotkan orang banyak. Saya telepon
Gibran, anak sulung saya, minta dijemput. Dia datang dengan mobil Toyota Kijang
tua kami. Saya pulang dengannya, mobil dinas pulang dengan derek. “Hidup saya semudah itu saja,” ungkap Jokowi. Mobil
dinas tersebut tiga hari masuk bengkel dan Jokowi tidak lantas marah, apalagi
minta mobil dinas baru. ”Saya tidak birahi pada mobil,” tukasnya. Selain itu,
dia mengaku memang tidak suka gonta-ganti mobil. Seperti halnya mobil
pribadinya yang sudah 14 tahun tidak diganti. “
Joko Widodo Dijagokan Gubernur DKI Jakarta- Wali Kota Surakarta Joko Widodo yang akrab
dipanggil Jokowi, menanggapi dingin mengenai hasil kajian yang dilakukan
oleh Cyrus Network bersama Laboratorium Psikologi Politik Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia (UI), yang sementara ini dinilai paling tepat untuk
memimpin Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota DKI Jakarta.
"Jabatan seperti itu tidak perlu
diuber-uber nanti kalau waktu datang pasti juga akan datang. Buktinya saya dulu
itu hanya tukang kayu yang setiap hari hanya dipabrik menggeluti mebel dan
waktunya datang saya bisa jadi Wali Kota Surakarta, sampai orang tua saya itu
tidak percaya. Untuk itu berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah itu adanya
berita tersebut kita tanggapi
dengan tenang dan kepala
dingin," katanya.
Cyrus Network bersama Laboratorium Psikologi Politik Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia ,elakukan penelitian pada 24 November hingga 1 Desember
2011.
Metode penelitian dilakukan dengan focus group discussion di tahap pertama,
lantas survei opinion leader di tahap kedua. Kegiatan ini melibatkan 100 orang
yang terbagi dalam 10 kelompok.
Pengkajian meliputi sembilan dimensi calon Gubernur DKI Jakarta meliputi
visioner, leadership, intelektualitas, ketrampilan politik, ketrampilan
komunikasi politik, stabilitas emosi, gaya kepemimpinan, penampilan dan
integritas moral.
Penelitian tersebut memunculkan nama-nama yang pantas menjadi calon Gubernur
DKI Jakarta pertama Jokowi skor 6,98, kedua Faisal Basri skor 6,7, ketiga Fadel
Muhammad skor 6,3, keempat Sandiaga Uno skor 6,15 dan kelima Chairul Tanjung
skor 6,10.
"Ya kalau dalam survei itu seperti dimuat di beberapa media memang saya
nomor satu dan saya juga terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada
saya. Untuk mencapai tujuan itu tidak cukup hasil survei saja, tetapi juga
perlu dukungan semua baik menyangkut masalah politik, masyarakat,partaidanlain-lain,"katanya
Jokowi menyatakan dirinya tidak punya keinginan untuk maju Gubernur DKI Jakarta
.
"Saya tetap tak kepikiran untuk ke sana dan saya harus
sadar dan secara realitas politik sulit. Belum lagi pertimbangan-pertimbangan
lain yang memberatkan saya. Sekarang saya juga masih menjabat sebagai Wali Kota
Surakarta ini sudah cukup," katanya.
TEMPO.CO,Jakarta -
Pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden RI masih dua tahun ke
depan, tapi nama-nama calon sudah mulai bertebaran. Tak hanya dari kalangan
pimpinan partai politik, tokoh di luar partai politik juga muncul.
Dalam perbincangan publik, nama Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Dahlan Iskan dan Wali Kota Surakarta Jokowi mulai dipasangkan sebagai calon
Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019. Disinggung soali ini, Jokowi yang pekan
lalu berkunjung ke Tempo menanggapinya sambil
bercanda.
“Jadi Wali Kota saja dianggap tidak ada potongan. Saya ini baju dibesar-besarin.
Kurus begini tidak mbodi,” kata pemilik nama
lengkap Joko Widodo itu sambil menunjukkan lengannya yang menurutnya kurus.
Ukuran tubuhnya yang kurus menjadi alasan dia tidak pantas menduduki kursi
orang kedua di Indonesia. Sarjana Kehutanan Universitas Gadjah Mada 1985 itu
malah mengungkapkan keinginannya kembali mengurus pabrik mebel kayu miliknya
saat nanti tidak lagi menjabat sebagai Wali Kota Surakarta.
Jokowi, 50 tahun, memimpin Surakarta sejak 2005. Selama kepemimpinanya, wilayah
kota seluas 44,03 kilometer persegi itu banyak mengalami perubahan. Pada tahun
2006, hampir seribu pedagang kaki lima direlokasi dari kawasan Monumen Juang
Banjarsari ke Pasar Klitikan tanpa gejolak. Ini terjadi berkat ketelatenannya mendekati pedagang itu dengan mengundang
makan siang hingga 54 kali.
Selain penataan kota, Jokowi juga dinilai sukses dalam memperbaiki sistem
birokrasi di wilayahnya. Terbukti pengurusan kartu tanda penduduk kini hanya
membutuhkan waktu satu jam, padahal sebelumnya perlu berhari-hari. Dengan
rangkaian pencapaian itu, ia kembali terpilih sebagai Wali Kota Surakarta untuk
periode kedua 2010-2015.
Jokowi yang dinilai sukses memimpin Surakarta ini ternyata juga
diharapkan bisa membenahi Ibu Kota Jakarta. Ia pun masuk dalam daftar sembilan
nama calon Gubernur DKI Jakarta yang akan diusung Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan.
Ketika ditanyakan soal pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi lagi-lagi
menanggapi dengan guyon. “Jadi wali kota saja enggak ada potongan. Mau
dinaikkan apalagi? Saya merasa tidak ada potongan dan tidak pintar,” katanya.
Jokowi bahkan dengan jujur mengakui bahwa pernah ada tamunya salah orang.
“Waktu saya jadi wali kota enam bulan pertama, ada tamu datang yang disalami
ajudan saya karena dia lebih mbodi,” ungkapnya yang
sontak disambut tawa oleh awak media Tempo yang kala itu hadir
di ruang pertemuan.
Di awal kepemimpinannya, Jokowi memang sempat diragukan kemampuannya. Namun,
pengusaha mebel itu membuktikan dengan melakukan banyak tindakan yang
mengutamakan kesejahteraan pedagang kecil dan rakyat biasa. Namanya semakin
populer belakangan ini setelah membuat gebrakan dengan menjadi brand
ambassador produk mobil lokal Kiat Esemka dan menjadikannya sebagai
mobil dinas Wali Kota Surakarta.
Menjadi Walikota Dengan Niat Yang Mulia.
Biasa saja.
Saya pikir tidak ada yang perlu disikapi berlebihan dengan jabatan yang
saya pegang sekarang ini. Yang jelas, tanggung jawab saya sekarang
menjadi sangat berat. Karena saya mengemban amanah dari masyarakat Solo
untuk memimpin mereka menuju Solo yang lebih baik, maju dan
mensejahterahkan seluruh lapisan masyarakat. Amanah itu saya terima
dengan senang hati dan dengan penuh tanggung jawab.
Demikian
kalimat-kalimat bernada filosofis tinggi yang meluncur dari mulut Ir. H.
Joko Widodo ketika menjawab pertanyaan Kabar UGM, tentang kesannya
sebagai Walikota Solo. Ungkapan tersebut menggambarkan secara plastis
kerendahatian sang walikota, yang lebih popular disebut Pak Jokowi.
Kerendahatian Pak Jokowi, ternyata, bukan hanya sekadar rangkaian
kata-kata saja. Ia bisa dirasakan juga oleh rakyat kecil. Dengarlah
komentar para tukang becak di pinggir jalan utama kota Solo. “Pak Jokowi
sangat dekat dengan masyarakat Solo lapis bawah. Dia sangat lekat di
hati masyarakat Solo,” ujar seorang tukang becak.
Bagi masyarakat
Solo, Pak Jokowi adalah seorang pemimpin yang sangat peduli dengan
kehidupan mereka. Mereka menemukan keperibadian yang sangat menarik pada
diri Pak Jokowi: mau merangkul mereka membangun Solo. Lebih dari itu,
mereka sering kali menerima sembako gratis dari Pak Jokowi.
Sebelum
menjadi walikota, Pak Jokowi dikenal sebagai seorang pengusaha yang
bergerak di bidang mebel. ”Saya eksportir mebel. Aktivitas saya yang
lain ya,…berorganisasi. Terakhir saya adalah ketua ASMINDO Surakarta,”
ujar laki-laki kelahiran 21 Juni 1961 ini.
Pak Jokowi adalah
lulusan Fakultas Kehutanan UGM tahun 1985. Dia masuk ke Fakultas
Kehutanan UGM bertolak dari keinginannya sendiri untuk menjadi tukang
kayu. Kebetulan orangtuanya menekuni bisnis perkayuan, “Orangtua saya
tukang kayu, sehingga ada bau-bau kayunya,” kata Pak Jokowi tersenyum.
Saat
menjadi mahasiswa, Jokowi muda sudah belajar hidup prihatin. Prinsip
hidup ini menjadi pengalaman berharga buat dirinya dalam berwirausaha,
“Saya kuliah ketika kemampuan ekonomi orangtua tidak hanya terbatas
tetapi minus. Karena itu, saya memacu diri supaya tetap bersemangat
belajar dan cepat lulus. Maklum, kalau kuliah semakin lama ongkos yang
dikeluarkan kan semakin banyak. Kuliah di kehutanan UGM bagi saya
sesuatu yang menyenangkan, mengingat saya memang dibesarkan di
lingkungan keluarga yang turun temurun menggeluti perkayuan. Dukanya
ya,…sebagai mahasiswa yang ekonominya minus, saya harus berhitung betul
soal pengeluaran. Kalau ingin apa…ya harus mikir bener karena
keterbatasan yang ada. Tetapi, ternyata kebiasaan kuliah itu sangat
bermanfaat ketika saya sudah menggeluti dunia bisnis,” kata eksportir
mebel ini.
Melihat posisi Pak Jokowi sekarang, bisa saja kita
berpikir bahwa sewaktu kuliah dulu Pak Jokowi menjadi aktivis mahasiswa.
Bukankah sudah jamak bahwa mahasiswa yang pernah menjadi aktivis ketika
kuliah terjun ke dunia politik? Ternyata perkiraan kita keliru. Semasa
kuliah dulu, Pak Jokowi lebih senang ikut kegiatan-kegiatan minat dan
bakat seperti naik gunung dan sebagainya. “Kegiatan mahasiswa saya naik
gunung, main basket dan camping,” ujar lulusan SDN 111 Tirtoyoso Solo
ini.
Setelah menjadi Sarjana Kehutanan UGM, Pak Jokowi tidak langsung
bekerja di Solo. Dia merantau dulu ke Aceh. “Setelah lulus dari
Fakultas Kehutanan UGM saya bekerja di sebuah BUMN di Aceh. Kemudian
saya kembali ke Solo dan bekerja di CV. Roda Jati, sebuah perusahaan
yang bergerak di bidang perkayuan. Sekitar tahun 1998, saya kemudian
berusaha secara mandiri di bidang permebelan, khususnya sebagai
eksportir. Alhamdulillah, setelah mengalami jatuh bangun di sana, bisnis
yang saya tekuni ini mampu memberi kehidupan bagi saya dan keluarga,”
kata suami Iriana ini.
***
Sekalipun Pak Jokowi tidak pernah
menjadi aktivis mahasiswa sewaktu menjadi mahasiswa dulu, tidak berarti
dia buta politik. Dia juga bukan menabukan dirinya mengikuti politik
praktis. Dia malah bersedia terjun ke dunia politik praktis. “Semua
orang bisa saja terjun ke dunia politik. Saya memang ikut berpartisipasi
dalam proses pilkada di Surakarta, karena ada permintaan-permintaan
serius dari elemen dan komponen masyarakat. Untuk menjadi wali kota,
memang saya harus punya partai yang membawa saya,” tutur lulusan SMPN 1
Solo ini.
Lalu, apa yang mendorong Pak Jokowi mencalonkan dirinya
jadi Walikota Solo? “Sebagai alumnus Fakultas Kehutanan UGM yang
bergerak ke bidang politik, memang saya punya obsesi dan alasan.
Pertama, saya sangat serius untuk maju. Saya ingin mengakomodasikan
aspirasi-aspirasi serius yang muncul dari banyak pihak, baik secara
pribadi maupun secara kelompok atau organisasi. Yang kedua, saya ingin
bersama-sama seluruh komponen masyarakat membawa Solo ke arah yang lebih
baik, baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Yang
ketiga, saya ingin pemerintahan ini diurus secara clean, jernih, tegas
dan tanpa kompromi, sehingga good governance dan clean goverment
benar-benar terwujud,” tambah lulusan SMAN 6 Solo ini.
Setelah
menjadi walikota, Pak Jokowi menyadari bahwa banyak kalangan masyarakat
yang kesulitan ekonomi akibat krisis moneter yang tak kunjung selesai
ditambah kenaikan harga kebutuhan pokok akibat kenaikan harga BBM. Dia
pun langsung bertekad mengantisipasi keadaan ini. Dia segera berusaha
mensejahterakan masyarakat Solo yang dipimpinnya, “Saya kira di tempat
kita (Solo-red), yang jelas kita berusaha bagaimana menarik investasi
yang sebesar-besarnya dalam rangka memberikan lapangan pekerjaan
seluas-luasnya pada masyarakat. Caranya dengan pemberian layanan
perizinan. Bila dulu, perizinan akan keluar selama kurang lebih 6 bulan,
sekarang ini urusan perizinan bisa selesai dalam tempo 4-6 hari. Ini
terobosan yang kita lakukan,” kata bapak dari Gibran Rakabumi Raka,
Kahiyang Ayu, dan Kaesang Pangarep ini.
***
Sampai sekarang, sudah
21 tahun Pak Jokowi meninggalkan kampus biru. Selama itu, dia tidak
tahu banyak perkembangan yang terjadi di UGM. Dia juga tidak tahu kalau
almamaternya telah menjadi PT. BHMN, “Terus terang saya kurang mengikuti
perkembangan ketika UGM menjadi PT. BHMN. Menurut saya, apapun
statusnya, yang penting di era globalisasi seperti saat ini, UGM selain
harus mampu mengikuti trend sebagai sebuah perguruan tinggi yang mampu
bersaing di tingkat global, juga jangan sampai meninggalkan “roh”-nya
sebagai perguruan tinggi yang berorientasi kerakyatan. Karena orientasi
inilah dulu UGM kerap disebut dengan istilah universitas ndeso.
Orientasi itulah yang membuat UGM dan lulusannya bisa mengakar dan
selalu nyambung dengan persoalan-persoalan kerakyatan. Sesuatu yang saya
kira telah membuat nama UGM disegani hingga kini,” ungkap Pak Jokowi.
Mungkin
karena rasa cintanya pada UGM, Pak Jokowi kemudian mengusulkan agar UGM
menjadi entrepreneurship university. “Selain itu UGM harus mulai
dikembangkan kearah Entrepreneurship University, dimana mahasiswa yang
lulus dari UGM tidak lagi mencari pekerjaan, tetapi mampu menciptakan
lapangan pekerjaan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain,”
tambahnya.
Akhirnya, Pak Jokowi berpesan kepada mahasiswa UGM, agar
mereka menyiapkan pengetahuan yang banyak dan mental yang kuat selama
belajar di UGM. ”Tantangan yang dihadapi adik-adik saya para mahasiswa
di masa depan bakal lebih berat dibandingkan tantangan generasi saya
dulu. Karena itu, tidak ada kata lain kecuali menyiapkan pengetahuan,
keterampilan, mental dan semangat juang yang prima untuk bisa menghadapi
tantangan tersebut,” tambahnya (wawancara dan penulisan: Gusti
Grehenson; editing: Abrar).
sumber: http://awaspinter.blogspot.com/
http://tokohsurakarta.blogspot.com/
tempo.com