Tuesday 24 January 2012

Walikota Mana yang bisa Se’sederhana ini?





 




Disaat pemimpin lain mengeluhkan kenaikan gaji, (termasuk Presiden, para mentri dan anggota DPR), JOKOWI , walikota SOLO, sama sekali belum pernah mengambil gaji’nya !!!!






 
Jokowi belum pernah melihat ataupun menerima amplop gaji bayarannya sebagai walikota. ”Kalau teken saya memang teken tapi tidak pernah lihat amplopnya. Ambil gimana, wong lihat amplopnya saja tidak pernah,” Ketika ditanya kenapa tidak mengambil gajinya, dengan rendah hati ia tidak mau menjawabnya. Nggak, nggak, saya tidak mau menjawabnya karena terlalu riskan. Yang penting saya tidak pernah ambil gaji. Kalau tidak percaya, tanya saja kepada sekretaris atau ajudan saya,” tegas dia.

Soal mobil dinas, dia juga enggan menggantinya dengan yang baru. Mobil dinas Toyota Camry keluaran tahun 2002 ini merupakan peninggalan mobil dinas walikota Solo sebelumnya, Slamet Suryanto. “Mobil asal bisa dinaikin, tidak perlu mobil baru,” ujar Jokowi. Dan jika mobil tersebut macet, tanpa sungkan, Jokowi turun santai menemui rakyat tanpa jarak. Ia tidak bossy atau sok penting. Jokowi memanusiakan manusia.

Suatu ketika, dalam perjalanan dinas ke Nusukan, sebuah kampung di Solo Utara, mobil dinasnya yang tua mogok. ”Saya tidak mau merepotkan orang banyak. Saya telepon Gibran, anak sulung saya, minta dijemput. Dia datang dengan mobil Toyota Kijang tua kami. Saya pulang dengannya, mobil dinas pulang dengan derek. “Hidup saya semudah itu saja,” ungkap Jokowi. Mobil dinas tersebut tiga hari masuk bengkel dan Jokowi tidak lantas marah, apalagi minta mobil dinas baru. ”Saya tidak birahi pada mobil,” tukasnya. Selain itu, dia mengaku memang tidak suka gonta-ganti mobil. Seperti halnya mobil pribadinya yang sudah 14 tahun tidak diganti. “




 
Joko Widodo Dijagokan Gubernur DKI Jakarta- Wali Kota Surakarta Joko Widodo yang akrab dipanggil Jokowi, menanggapi dingin mengenai hasil kajian yang dilakukan oleh Cyrus Network bersama Laboratorium Psikologi Politik Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), yang sementara ini dinilai paling tepat untuk memimpin Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota DKI Jakarta.
"Jabatan seperti itu tidak perlu diuber-uber nanti kalau waktu datang pasti juga akan datang. Buktinya saya dulu itu hanya tukang kayu yang setiap hari hanya dipabrik menggeluti mebel dan waktunya datang saya bisa jadi Wali Kota Surakarta, sampai orang tua saya itu tidak percaya. Untuk itu berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah itu adanya berita tersebut kita tanggapi
dengan tenang dan kepala dingin," katanya.
Cyrus Network bersama Laboratorium Psikologi Politik Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ,elakukan penelitian pada 24 November hingga 1 Desember 2011.
Metode penelitian dilakukan dengan focus group discussion di tahap pertama, lantas survei opinion leader di tahap kedua. Kegiatan ini melibatkan 100 orang yang terbagi dalam 10 kelompok.
Pengkajian meliputi sembilan dimensi calon Gubernur DKI Jakarta meliputi visioner, leadership, intelektualitas, ketrampilan politik, ketrampilan komunikasi politik, stabilitas emosi, gaya kepemimpinan, penampilan dan integritas moral.
Penelitian tersebut memunculkan nama-nama yang pantas menjadi calon Gubernur DKI Jakarta pertama Jokowi skor 6,98, kedua Faisal Basri skor 6,7, ketiga Fadel Muhammad skor 6,3, keempat Sandiaga Uno skor 6,15 dan kelima Chairul Tanjung skor 6,10.
"Ya kalau dalam survei itu seperti dimuat di beberapa media memang saya nomor satu dan saya juga terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada saya. Untuk mencapai tujuan itu tidak cukup hasil survei saja, tetapi juga perlu dukungan semua baik menyangkut masalah politik, masyarakat,partaidanlain-lain,"katanya
Jokowi menyatakan dirinya tidak punya keinginan untuk maju Gubernur DKI Jakarta .
"Saya tetap tak kepikiran untuk ke sana dan saya harus sadar dan secara realitas politik sulit. Belum lagi pertimbangan-pertimbangan lain yang memberatkan saya. Sekarang saya juga masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta ini sudah cukup," katanya.






TEMPO.CO,Jakarta - Pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden RI masih dua tahun ke depan, tapi nama-nama calon sudah mulai bertebaran. Tak hanya dari kalangan pimpinan partai politik, tokoh di luar partai politik juga muncul.
Dalam perbincangan publik, nama
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan dan Wali Kota Surakarta Jokowi mulai dipasangkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019. Disinggung soali ini, Jokowi yang pekan lalu berkunjung ke Tempo menanggapinya sambil bercanda.
“Jadi Wali Kota saja dianggap tidak ada potongan. Saya ini baju dibesar-besarin. Kurus begini tidak mbodi,” kata pemilik nama lengkap Joko Widodo itu sambil menunjukkan lengannya yang menurutnya kurus.
Ukuran tubuhnya yang kurus menjadi alasan dia tidak pantas menduduki kursi orang kedua di Indonesia. Sarjana Kehutanan Universitas Gadjah Mada 1985 itu malah mengungkapkan keinginannya kembali mengurus pabrik mebel kayu miliknya saat nanti tidak lagi menjabat sebagai Wali Kota Surakarta.
Jokowi, 50 tahun, memimpin Surakarta sejak 2005. Selama kepemimpinanya, wilayah kota seluas 44,03 kilometer persegi itu banyak mengalami perubahan. Pada tahun 2006, hampir seribu pedagang kaki lima direlokasi dari kawasan Monumen Juang Banjarsari ke Pasar Klitikan tanpa gejolak. Ini terjadi berkat ketelatenannya mendekati pedagang itu dengan mengundang makan siang hingga 54 kali.
Selain penataan kota, Jokowi juga dinilai sukses dalam memperbaiki sistem birokrasi di wilayahnya. Terbukti pengurusan kartu tanda penduduk kini hanya membutuhkan waktu satu jam, padahal sebelumnya perlu berhari-hari. Dengan rangkaian pencapaian itu, ia kembali terpilih sebagai Wali Kota Surakarta untuk periode kedua 2010-2015.
Jokowi yang dinilai sukses memimpin Surakarta ini ternyata juga diharapkan bisa membenahi Ibu Kota Jakarta. Ia pun masuk dalam daftar sembilan nama calon Gubernur DKI Jakarta yang akan diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Ketika ditanyakan soal pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi lagi-lagi menanggapi dengan guyon. “Jadi wali kota saja enggak ada potongan. Mau dinaikkan apalagi? Saya merasa tidak ada potongan dan tidak pintar,” katanya.
Jokowi bahkan dengan jujur mengakui bahwa pernah ada tamunya salah orang. “Waktu saya jadi wali kota enam bulan pertama, ada tamu datang yang disalami ajudan saya karena dia lebih mbodi,” ungkapnya yang sontak disambut tawa oleh awak media Tempo yang kala itu hadir di ruang pertemuan.
Di awal kepemimpinannya, Jokowi memang sempat diragukan kemampuannya. Namun, pengusaha mebel itu membuktikan dengan melakukan banyak tindakan yang mengutamakan kesejahteraan pedagang kecil dan rakyat biasa. Namanya semakin populer belakangan ini setelah membuat gebrakan dengan menjadi brand ambassador produk mobil lokal Kiat Esemka dan menjadikannya sebagai mobil dinas Wali Kota Surakarta.


 



Menjadi Walikota Dengan Niat Yang Mulia.
Biasa saja. Saya pikir tidak ada yang perlu disikapi berlebihan dengan jabatan yang saya pegang sekarang ini. Yang jelas, tanggung jawab saya sekarang menjadi sangat berat. Karena saya mengemban amanah dari masyarakat Solo untuk memimpin mereka menuju Solo yang lebih baik, maju dan mensejahterahkan seluruh lapisan masyarakat. Amanah itu saya terima dengan senang hati dan dengan penuh tanggung jawab.





 Demikian kalimat-kalimat bernada filosofis tinggi yang meluncur dari mulut Ir. H. Joko Widodo ketika menjawab pertanyaan Kabar UGM, tentang kesannya sebagai Walikota Solo. Ungkapan tersebut menggambarkan secara plastis kerendahatian sang walikota, yang lebih popular disebut Pak Jokowi. Kerendahatian Pak Jokowi, ternyata, bukan hanya sekadar rangkaian kata-kata saja. Ia bisa dirasakan juga oleh rakyat kecil. Dengarlah komentar para tukang becak di pinggir jalan utama kota Solo. “Pak Jokowi sangat dekat dengan masyarakat Solo lapis bawah. Dia sangat lekat di hati masyarakat Solo,” ujar seorang tukang becak.
Bagi masyarakat Solo, Pak Jokowi adalah seorang pemimpin yang sangat peduli dengan kehidupan mereka. Mereka menemukan keperibadian yang sangat menarik pada diri Pak Jokowi: mau merangkul mereka membangun Solo. Lebih dari itu, mereka sering kali menerima sembako gratis dari Pak Jokowi.
Sebelum menjadi walikota, Pak Jokowi dikenal sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang mebel. ”Saya eksportir mebel. Aktivitas saya yang lain ya,…berorganisasi. Terakhir saya adalah ketua ASMINDO Surakarta,” ujar laki-laki kelahiran 21 Juni 1961 ini.
Pak Jokowi adalah lulusan Fakultas Kehutanan UGM tahun 1985. Dia masuk ke Fakultas Kehutanan UGM bertolak dari keinginannya sendiri untuk menjadi tukang kayu. Kebetulan orangtuanya menekuni bisnis perkayuan, “Orangtua saya tukang kayu, sehingga ada bau-bau kayunya,” kata Pak Jokowi tersenyum.
Saat menjadi mahasiswa, Jokowi muda sudah belajar hidup prihatin. Prinsip hidup ini menjadi pengalaman berharga buat dirinya dalam berwirausaha, “Saya kuliah ketika kemampuan ekonomi orangtua tidak hanya terbatas tetapi minus. Karena itu, saya memacu diri supaya tetap bersemangat belajar dan cepat lulus. Maklum, kalau kuliah semakin lama ongkos yang dikeluarkan kan semakin banyak. Kuliah di kehutanan UGM bagi saya sesuatu yang menyenangkan, mengingat saya memang dibesarkan di lingkungan keluarga yang turun temurun menggeluti perkayuan. Dukanya ya,…sebagai mahasiswa yang ekonominya minus, saya harus berhitung betul soal pengeluaran. Kalau ingin apa…ya harus mikir bener karena keterbatasan yang ada. Tetapi, ternyata kebiasaan kuliah itu sangat bermanfaat ketika saya sudah menggeluti dunia bisnis,” kata eksportir mebel ini.
Melihat posisi Pak Jokowi sekarang, bisa saja kita berpikir bahwa sewaktu kuliah dulu Pak Jokowi menjadi aktivis mahasiswa. Bukankah sudah jamak bahwa mahasiswa yang pernah menjadi aktivis ketika kuliah terjun ke dunia politik? Ternyata perkiraan kita keliru. Semasa kuliah dulu, Pak Jokowi lebih senang ikut kegiatan-kegiatan minat dan bakat seperti naik gunung dan sebagainya. “Kegiatan mahasiswa saya naik gunung, main basket dan camping,” ujar lulusan SDN 111 Tirtoyoso Solo ini.
Setelah menjadi Sarjana Kehutanan UGM, Pak Jokowi tidak langsung bekerja di Solo. Dia merantau dulu ke Aceh. “Setelah lulus dari Fakultas Kehutanan UGM saya bekerja di sebuah BUMN di Aceh. Kemudian saya kembali ke Solo dan bekerja di CV. Roda Jati, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perkayuan. Sekitar tahun 1998, saya kemudian berusaha secara mandiri di bidang permebelan, khususnya sebagai eksportir. Alhamdulillah, setelah mengalami jatuh bangun di sana, bisnis yang saya tekuni ini mampu memberi kehidupan bagi saya dan keluarga,” kata suami Iriana ini.
***
Sekalipun Pak Jokowi tidak pernah menjadi aktivis mahasiswa sewaktu menjadi mahasiswa dulu, tidak berarti dia buta politik. Dia juga bukan menabukan dirinya mengikuti politik praktis. Dia malah bersedia terjun ke dunia politik praktis. “Semua orang bisa saja terjun ke dunia politik. Saya memang ikut berpartisipasi dalam proses pilkada di Surakarta, karena ada permintaan-permintaan serius dari elemen dan komponen masyarakat. Untuk menjadi wali kota, memang saya harus punya partai yang membawa saya,” tutur lulusan SMPN 1 Solo ini.
Lalu, apa yang mendorong Pak Jokowi mencalonkan dirinya jadi Walikota Solo? “Sebagai alumnus Fakultas Kehutanan UGM yang bergerak ke bidang politik, memang saya punya obsesi dan alasan. Pertama, saya sangat serius untuk maju. Saya ingin mengakomodasikan aspirasi-aspirasi serius yang muncul dari banyak pihak, baik secara pribadi maupun secara kelompok atau organisasi. Yang kedua, saya ingin bersama-sama seluruh komponen masyarakat membawa Solo ke arah yang lebih baik, baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Yang ketiga, saya ingin pemerintahan ini diurus secara clean, jernih, tegas dan tanpa kompromi, sehingga good governance dan clean goverment benar-benar terwujud,” tambah lulusan SMAN 6 Solo ini.
Setelah menjadi walikota, Pak Jokowi menyadari bahwa banyak kalangan masyarakat yang kesulitan ekonomi akibat krisis moneter yang tak kunjung selesai ditambah kenaikan harga kebutuhan pokok akibat kenaikan harga BBM. Dia pun langsung bertekad mengantisipasi keadaan ini. Dia segera berusaha mensejahterakan masyarakat Solo yang dipimpinnya, “Saya kira di tempat kita (Solo-red), yang jelas kita berusaha bagaimana menarik investasi yang sebesar-besarnya dalam rangka memberikan lapangan pekerjaan seluas-luasnya pada masyarakat. Caranya dengan pemberian layanan perizinan. Bila dulu, perizinan akan keluar selama kurang lebih 6 bulan, sekarang ini urusan perizinan bisa selesai dalam tempo 4-6 hari. Ini terobosan yang kita lakukan,” kata bapak dari Gibran Rakabumi Raka, Kahiyang Ayu, dan Kaesang Pangarep ini.
***
Sampai sekarang, sudah 21 tahun Pak Jokowi meninggalkan kampus biru. Selama itu, dia tidak tahu banyak perkembangan yang terjadi di UGM. Dia juga tidak tahu kalau almamaternya telah menjadi PT. BHMN, “Terus terang saya kurang mengikuti perkembangan ketika UGM menjadi PT. BHMN. Menurut saya, apapun statusnya, yang penting di era globalisasi seperti saat ini, UGM selain harus mampu mengikuti trend sebagai sebuah perguruan tinggi yang mampu bersaing di tingkat global, juga jangan sampai meninggalkan “roh”-nya sebagai perguruan tinggi yang berorientasi kerakyatan. Karena orientasi inilah dulu UGM kerap disebut dengan istilah universitas ndeso. Orientasi itulah yang membuat UGM dan lulusannya bisa mengakar dan selalu nyambung dengan persoalan-persoalan kerakyatan. Sesuatu yang saya kira telah membuat nama UGM disegani hingga kini,” ungkap Pak Jokowi.
Mungkin karena rasa cintanya pada UGM, Pak Jokowi kemudian mengusulkan agar UGM menjadi entrepreneurship university. “Selain itu UGM harus mulai dikembangkan kearah Entrepreneurship University, dimana mahasiswa yang lulus dari UGM tidak lagi mencari pekerjaan, tetapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain,” tambahnya.
Akhirnya, Pak Jokowi berpesan kepada mahasiswa UGM, agar mereka menyiapkan pengetahuan yang banyak dan mental yang kuat selama belajar di UGM. ”Tantangan yang dihadapi adik-adik saya para mahasiswa di masa depan bakal lebih berat dibandingkan tantangan generasi saya dulu. Karena itu, tidak ada kata lain kecuali menyiapkan pengetahuan, keterampilan, mental dan semangat juang yang prima untuk bisa menghadapi tantangan tersebut,” tambahnya (wawancara dan penulisan: Gusti Grehenson; editing: Abrar). 


sumber: http://awaspinter.blogspot.com/
http://tokohsurakarta.blogspot.com/
tempo.com

No comments:

Post a Comment