Refleksi Budaya, Globalisasi dan Pendidikan
by: agneshia christa
Saat ini Indonesia sedang berada
dalam era globalisasi, dimana untuk mendapatkan suatu informasi sangatlah
mudah. Karena komunikasi yang disajikan semakin luas, mudah dan cepat. Sistem
aksesabilitas yang ditawarkan pun semakin sempurna dan menarik. Berkembangnya
teknologi informasi ini merupakan imbas dari proses lintas budaya dan silang
budaya yang menimbulkan kontak budaya. Adapun dampak kontak budaya yang
menghasilkan nilai – nilai baru tersebut dapat dirasakan secara langsung maupun
tidak langsung.
Derasnya arus globalisasi tersebut menimbulkan
multi efek dan berimplikasi pada semua bidang. Hal tersebut ditengarai juga membawa
dampak negatif seperti mudahnya mengakses informasi negatif melalui media masa
dan sarana teknologi lain. Lunturnya moral dan nilai asli budaya sendiri
tersebut patut dicermati. Apakah penyebab hal itu karena budaya yang semakin
luntur akibat pengaruh globalisasi atau budaya lain, atau sistem pendidikan
yang kurang berkualitas?
Melaksanakan pendidikan di jaman
modern seperti ini tidaklah mudah. Di satu sisi jaman memberikan berbagai
kemajuan teknologi yang merupakan imbas dari globalisasi yang memungkinkan
masyarakat memperoleh fasilitas yang serba canggih. Dari kemajuan teknologi tersebut
pula yang menimbulkan krisis kualitas manusia Indonesia . Hal tersebut dapat
terlihat dari pola kehidupan sekarang yang cenderung akrab dengan hal-hal
negatif. Permasalahan kaum muda yang akrab dengan kenakalan remaja’nya seperti
alkohol, narkoba, seks bebas dan kriminal menjadi cerminan gaya hidup sekarang.
Berbagai
kenyataan modernitas dan serba ketersediaan tersebut faktanya tidak dapat
dihindari dan dapat dijumpai dimana saja. Kebebasan pers dan maraknya dunia
informasi yang lebih seronok tersebut merangsang rasa ingin tahu masyarakat.
Dimana informasi yang sangat bebas tersebut nampaknya perlu dibatasi atau
disaring supaya sesuai dengan norma dan budaya asli bangsa. Padahal diketahui,
kemajuan teknologi sekarang ini menyebabkan penyerapan informasi yang ada
sangat cepat dicerna dan diterapkan.
Menilik
dari hal itu, dapat dikatakan bahwa globalisasi turut ambil peran dalam
perubahan budaya yang akhirnya berimbas pada pendidikan dan kehidupan
masyarakat di Indonesia. Moral
masyarakat sendiri pun tampak mengalami degradasi yang luar biasa.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa
globalisasi juga membawa dampak positif yang sangat banyak. Dalam konteks
sosial, ekonomi dan kebudayaan nasional sendiri, globalisasi membawa perubahan
ke arah maju. Karena tidak dapat dipungkiri, Indonesia sebagai negara yang
masih berkembang, memerlukan bantuan dan masukan dari dunia luar. Baik itu
dalam bidang bisnis, perindustrian, dan lain lain. Globalisasi juga dinilai
memberikan kemudahan berinteraksi dengan dunia luar sehingga bisa menghasilkan
nilai – nilai baru.
Melalui globalisasi pula diharapkan
dapat meningkatkan ekonomi dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui
interaksi dengan berbagai pihak. Dalam bidang pendidikan sendiri, kemajuan
teknologi yang dibawa oleh globalisasi memberikan banyak kemudahan dan manfaat.
Dimana dengan adanya teknologi canggih dan modern serta internet, mempermudah
kita mendapat akses dan pendidikan. Dunia pun semakin terlihat “sempit” dengan
adanya kemudahan interaksi yang memungkinkan kita berhubungan atau memperoleh
informasi dan pengetahuan dari belahan dunia lain.
Selanjutnya pendidikan diharapkan
dapat menggiring masyarakat untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan dan ilmu
yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan pun diharapkan dapat
membentuk jati diri individu dan membentuk sikap hidup dalam kehidupan sosial
bermasyarakat. Lepas dari itu, tak ada satupun komponen dari ilmu pengetahuan
yang terlepas dari nilai dan norma budaya.
Dalam kajian Irianto (1997) ada dua
aliran dalam pendefinisian kebudayaan, yaitu positivisme dan interpretivisme.
Perbedaan mendasar pada kedua aliran tersebut terletak pada paradigma tentang
hubungan manusia dengan alam sekitar. Aliran positivisme memandang manusia
sebagai bagian dari alam yang tunduk pada hukum-hukum sosial, perilakunya dapat
dipelajarai melalui pengamatan dan diatur oleh sebab-sebab eksternal.
Sebaliknya aliran interpretivisme memandang manusia sebagai
anggota-anggota masyarakat yang saling membagikan suatu sistem sosial dan sistem
makna. Manusia menduduki posisi sentral, kenyataan dan realitas sosial
merupakan hasil ciptaan manusia yang diatur melalui sistem makna.
Sementara Parsudi Suparlan (1983)
mendefenisikan budaya atau kebudayaan merupakan seperangkat kemampuan yang dimiliki
manusia sebagai makhluk bio-sosial yang digunakannya untuk memahami dan
menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan
dalam mewujudkan perilaku. Dalam pengertian ini kebudayaan merupakan “mekanisme kontrol” bagi semua perilaku
manusia. Dengan demikian kebudayaan merupakan serangkaian aturan, petunjuk,
resep, rencana, dan strategi, yang terdiri atas serangkaian model kognitif yang
digunakan secara selektif oleh manusia yang memilikinya sesuai dengan
lingkungan yang dihadapinya.
Berdasarkan pendapat tersebut maka globalisasi
yang sangat bermanfaat bagi kemajuan bangsa tersebut, dapat diatasi dampak
negatifnya melalui berbagai cara. Antara lain dengan memaksimalkan potensi
manusia sebagai makhluk sentral untuk memposisikan dirinya sebagai pengatur
dalam sistem sosial. Budaya pun dapat digunakan sebagai kontrol dalam
menanggapi dampak negatif globalisasi.
Intinya bahwa untuk menciptakan
pendidikan yang baik guna melaksanakan pembangunan Nasional yang berkelanjutan,
diperlukan dukungan budaya sendiri yang kondusif. Karena pada dasarnya budaya
sangat berpengaruh terhadap pendidikan di Indonesia. Kita dituntut dapat bersikap
fleksibel dalam menerima globalisasi dan budaya luar yang mana sebenarnya memiliki
banyak manfaat juga yang kita butuhkan. Namun tentunya sekali lagi perlu kita
seleksi dan terima sesuai norma yang berlaku pada bangsa kita.
Adapun keseimbangan hubungan antara dampak
globalisasi, budaya lokal dan pendidikan adalah suatu kesatuan yang saling
melengkapi dan dapat dikembangkan guna memajukan bangsa. Namun tentunya dengan
perencanaan dan proses yang baik dan benar. Budaya lokal sendiri dianggap mampu
memberikan jaminan dan menjaga stabilitas bangsa, karena dianggap sebagai dasar
pemahaman hal yang sedang terjadi dalam masyarakat dan
cara menanggapinya.
Pada akhirnya, kita sendiri’lah yang
wajib bertanggung jawab dengan mempertahankan kebudayaan sendiri sebagai filter
atau media seleksi untuk tetap menjaga kualitas bangsa. Dan salah satu unsur
yang dapat membantu hal ini adalah pendidikan. Oleh karena itu pendidikan
nasional harus dimaksimalkan sebagai pelestari budaya guna mempertahankan nilai
– nilai budaya dan jati diri bangsa dan guna membentuk manusia yang berkualitas
tinggi. Hal tersebut diharapkan pula berdampak pada bidang ekonomi, dan dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
No comments:
Post a Comment