Wednesday 30 November 2011

ARTIKEL BUDAYA


 Refleksi Budaya, Globalisasi dan Pendidikan
by: agneshia christa
         
            Saat ini Indonesia sedang berada dalam era globalisasi, dimana untuk mendapatkan suatu informasi sangatlah mudah. Karena komunikasi yang disajikan semakin luas, mudah dan cepat. Sistem aksesabilitas yang ditawarkan pun semakin sempurna dan menarik. Berkembangnya teknologi informasi ini merupakan imbas dari proses lintas budaya dan silang budaya yang menimbulkan kontak budaya. Adapun dampak kontak budaya yang menghasilkan nilai – nilai baru tersebut dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung.
            Derasnya arus globalisasi tersebut menimbulkan multi efek dan berimplikasi pada semua bidang. Hal tersebut ditengarai juga membawa dampak negatif seperti mudahnya mengakses informasi negatif melalui media masa dan sarana teknologi lain. Lunturnya moral dan nilai asli budaya sendiri tersebut patut dicermati. Apakah penyebab hal itu karena budaya yang semakin luntur akibat pengaruh globalisasi atau budaya lain, atau sistem pendidikan yang kurang berkualitas?
            Melaksanakan pendidikan di jaman modern seperti ini tidaklah mudah. Di satu sisi jaman memberikan berbagai kemajuan teknologi yang merupakan imbas dari globalisasi yang memungkinkan masyarakat memperoleh fasilitas yang serba canggih. Dari kemajuan teknologi tersebut pula yang menimbulkan krisis kualitas manusia Indonesia . Hal tersebut dapat terlihat dari pola kehidupan sekarang yang cenderung akrab dengan hal-hal negatif. Permasalahan kaum muda yang akrab dengan kenakalan remaja’nya seperti alkohol, narkoba, seks bebas dan kriminal menjadi cerminan gaya hidup sekarang.
Berbagai kenyataan modernitas dan serba ketersediaan tersebut faktanya tidak dapat dihindari dan dapat dijumpai dimana saja. Kebebasan pers dan maraknya dunia informasi yang lebih seronok tersebut merangsang rasa ingin tahu masyarakat. Dimana informasi yang sangat bebas tersebut nampaknya perlu dibatasi atau disaring supaya sesuai dengan norma dan budaya asli bangsa. Padahal diketahui, kemajuan teknologi sekarang ini menyebabkan penyerapan informasi yang ada sangat cepat dicerna dan diterapkan.
Menilik dari hal itu, dapat dikatakan bahwa globalisasi turut ambil peran dalam perubahan budaya yang akhirnya berimbas pada pendidikan dan kehidupan masyarakat di Indonesia.  Moral masyarakat sendiri pun tampak mengalami degradasi yang luar biasa.
            Namun tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi juga membawa dampak positif yang sangat banyak. Dalam konteks sosial, ekonomi dan kebudayaan nasional sendiri, globalisasi membawa perubahan ke arah maju. Karena tidak dapat dipungkiri, Indonesia sebagai negara yang masih berkembang, memerlukan bantuan dan masukan dari dunia luar. Baik itu dalam bidang bisnis, perindustrian, dan lain lain. Globalisasi juga dinilai memberikan kemudahan berinteraksi dengan dunia luar sehingga bisa menghasilkan nilai – nilai baru. 
            Melalui globalisasi pula diharapkan dapat meningkatkan ekonomi dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui interaksi dengan berbagai pihak. Dalam bidang pendidikan sendiri, kemajuan teknologi yang dibawa oleh globalisasi memberikan banyak kemudahan dan manfaat. Dimana dengan adanya teknologi canggih dan modern serta internet, mempermudah kita mendapat akses dan pendidikan. Dunia pun semakin terlihat “sempit” dengan adanya kemudahan interaksi yang memungkinkan kita berhubungan atau memperoleh informasi dan pengetahuan dari belahan dunia lain.
            Selanjutnya pendidikan diharapkan dapat menggiring masyarakat untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan dan ilmu yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan pun diharapkan dapat membentuk jati diri individu dan membentuk sikap hidup dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Lepas dari itu, tak ada satupun komponen dari ilmu pengetahuan yang terlepas dari nilai dan norma budaya.
            Dalam kajian Irianto (1997) ada dua aliran dalam pendefinisian kebudayaan, yaitu positivisme dan interpretivisme. Perbedaan mendasar pada kedua aliran tersebut terletak pada paradigma tentang hubungan manusia dengan alam sekitar. Aliran positivisme memandang manusia sebagai bagian dari alam yang tunduk pada hukum-hukum sosial, perilakunya dapat dipelajarai melalui pengamatan dan diatur oleh sebab-sebab eksternal. Sebaliknya aliran interpretivisme memandang manusia sebagai anggota-anggota masyarakat yang saling membagikan suatu sistem sosial dan sistem makna. Manusia menduduki posisi sentral, kenyataan dan realitas sosial merupakan hasil ciptaan manusia yang diatur melalui sistem makna.
             Sementara Parsudi Suparlan (1983) mendefenisikan budaya atau kebudayaan merupakan seperangkat kemampuan yang dimiliki manusia sebagai makhluk bio-sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan dalam mewujudkan perilaku. Dalam pengertian ini kebudayaan merupakan “mekanisme kontrol” bagi semua perilaku manusia. Dengan demikian kebudayaan merupakan serangkaian aturan, petunjuk, resep, rencana, dan strategi, yang terdiri atas serangkaian model kognitif yang digunakan secara selektif oleh manusia yang memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya.
            Berdasarkan pendapat tersebut maka globalisasi yang sangat bermanfaat bagi kemajuan bangsa tersebut, dapat diatasi dampak negatifnya melalui berbagai cara. Antara lain dengan memaksimalkan potensi manusia sebagai makhluk sentral untuk memposisikan dirinya sebagai pengatur dalam sistem sosial. Budaya pun dapat digunakan sebagai kontrol dalam menanggapi dampak negatif globalisasi.
            Intinya bahwa untuk menciptakan pendidikan yang baik guna melaksanakan pembangunan Nasional yang berkelanjutan, diperlukan dukungan budaya sendiri yang kondusif. Karena pada dasarnya budaya sangat berpengaruh terhadap pendidikan di Indonesia. Kita dituntut dapat bersikap fleksibel dalam menerima globalisasi dan budaya luar yang mana sebenarnya memiliki banyak manfaat juga yang kita butuhkan. Namun tentunya sekali lagi perlu kita seleksi dan terima sesuai norma yang berlaku pada bangsa kita.
             Adapun keseimbangan hubungan antara dampak globalisasi, budaya lokal dan pendidikan adalah suatu kesatuan yang saling melengkapi dan dapat dikembangkan guna memajukan bangsa. Namun tentunya dengan perencanaan dan proses yang baik dan benar. Budaya lokal sendiri dianggap mampu memberikan jaminan dan menjaga stabilitas bangsa, karena dianggap sebagai dasar pemahaman hal yang sedang terjadi dalam masyarakat dan cara menanggapinya.
            Pada akhirnya, kita sendiri’lah yang wajib bertanggung jawab dengan mempertahankan kebudayaan sendiri sebagai filter atau media seleksi untuk tetap menjaga kualitas bangsa. Dan salah satu unsur yang dapat membantu hal ini adalah pendidikan. Oleh karena itu pendidikan nasional harus dimaksimalkan sebagai pelestari budaya guna mempertahankan nilai – nilai budaya dan jati diri bangsa dan guna membentuk manusia yang berkualitas tinggi. Hal tersebut diharapkan pula berdampak pada bidang ekonomi, dan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

No comments:

Post a Comment