Sunday 1 January 2012

pekerja seks tak komersial


Pekerja Seks Tak Komersial

            Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Ungkapan ini mungkin cocok untuk seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) yang saya temui beberapa hari yang lalu. Ini kisah nyata, beberapa hari yang lalu saya mampir ke sebuah warung sederhana. Tujuan awalnya sih cuma berteduh dari hujan, tapi kemudian akhirnya saya memesan sebuah minuman hangat. Masih sore sih saat itu, baru sekitar pukul 7 malam.  
            Saat menikmati kopi saya, tiba – tiba pandangan saya disita oleh dua orang wanita yang tiba-tiba datang dan duduk di samping saya. Dia dan temannya sangat cerewet dan centil. Saya menggigit sendok minum saya sambil menahan tawa. “ hello,,, tahun berapa sekarang kok masih ada orang berpenampilan kaya gini.” Ucap hati saya. Saya berusaha cuek dan tidak melihat ke arah kanan. Karena setiap saya mengarahkan pandangan pada dua orang wanita ini, saat itulah rasanya saya ingin tertawa. Dan saat itu juga saya harus menahan tawa saya karena tidak mungkin saya mengabarkan pada semua yang ada disitu bahwa saya tertawa karena dandanan norak orang di dekat saya ini.
            Saya melirik sekali lagi, wanita berkulit gelap ini tampak aneh dengan rambutnya yang dicat pirang kekuningan. Sangat kontras dengan warna kulitnya. Dengan highells model selop seperti punya ibu saya yang dulu dikenakannya untuk arisan pada saat saya masih SD, hotpans yang dia kenakan adalah pans yang benar-benar hot. Bagaimana tidak? panjangnya cuma satu jengkal tangan anak SD. Ikat pinggang’nya berwarna pink mencolok, dan kaos warna hijau ‘stabillo’ dengan tulisan besar berwarna oranye “HELL VIRGINITY”
            Saya berusaha tak memperdulikannya dan melanjutkan makan. Sedangkan kedua cewek yang kira-kira umurnya 3tahun di atas saya ini dengan heboh dan cerewet bercerita dan menggosip. Mungkin mereka ini layak disebut ‘alay’.  Saya yang duduk hanya berjarak kira-kira dua jengkal darinya, mau tak mau mendengar cerita yang dia lontarkan pada temannya dengan suaranya yang keras dan terkesan urakan itu.
            Awalnya saya tak memperdulikan ocehannya dan masih berfokus pada cangkir di depan saya. Namun, beberapa saat setelah itu, obrolan dua orang ini membuat saya tercengang.
“ Eh, aku belum dibayar tadi!!!” pekik wanita berdandan ‘aneh’ di samping saya. Temannya tak kalah kaget dan lebay menanggapi. “ Hah, aduh,,kok bisa sih? Kok bisa kamu lupa cyin?? Trus gimana? Itu langganan atau bukan cyin?”  (*tulisan cin sengaja saya tulis cyin karena orang itu memang mengucapkannya begitu).
“ Ya udahlah gapapa, orangnya masih muda, lumayan cakep lagi. Hihihihi” ujar wanita samping saya dengan centil.
            Dan saya sekarang baru yakin kalo dua makhluk aneh di dekat saya ini adalah kupu-kupu malam. Atau lebih tepatnya kupu-kupu sore. Ya, karena masih jam segini tapi mereka sudah melanglang buana. Saya masih berusaha pura – pura tak mendengar dan mengacuhkannya. Mereka masih mengobrol dengan topik ‘pembayaran’ tadi. Dan saat saya selesai menyantap pesanan, mereka nampaknya juga sudah selesai dan hendak pulang.
“ Kamu yang bayar dulu ya cyin, aku ga ada uang kecil. “ ucap yang seorang tadi. Si wanita ‘aneh’ sebelah saya meng-iyakan dan segera menjelajahi isi tasnya beberapa saat.
            “ Loh, dompetku mana!!!!! Kok ga ada!!!!!” teriaknya dengan wajah panik atau mungkin bagi saya lebih mirip dengan ekspresi orang yang menahan lapar.
            “ Kamu nyuri dompetku ya!” Teriaknya pada temannya.
            “ Enggak mungkin lah!” temannya tak kalah berteriak.
            “ Tadi ada! Kok sekarang ga ada!!! Coba buka tas sama baju kamu! “
            Tentu saja yang dituduh tidak terima menerima perlakuan itu. “ Ngawur!!! Jelek-jelek gini aku ga pernah ‘ngutil’ cyin. Nih geledah saja !” ucapnya sambil menyodorkan dadanya yang hehehe, besar sih.
            Wanita samping saya ini terdiam sejenak, tampak sedang memikirkan sesuatu. Sedangkan temannya membayar.
            “ Kaya’nya dompetku diambil yang tadi deh!!!! Sialan !!! udah make gratisan!!! Nyuri dompetku lagi!!!”
            Mereka berlalu, dan saya hanya bisa menahan tawa hingga hampir menangis. Saat saya melihat sekeliling, saya mendapati orang-orang dan penjual juga sedang berekspresi sama seperti saya. Hehehe....  

3 comments: